Sahabat kreatif, apakah anda suka mendengarkan RRI Bandung Pro 2 FM di frekuensi 96 FM?

Pada masa reformasi, saya “dikejutkan” kehadiran radio swasta di dalam lingkungan RRI, khususnya RRI Bandung. RRI yang bernuansa “swasta” ini ditempatkan di jalur frekuensi FM 96 MHz. Ya, saat itu, saya mendengarkan Radio Fire di frekuensi FM 96 MHz. Malah, sebelumnya di tempat yang sama (96 FM), sempat mengudara Radio Star FM. “Kejutan” bukan hanya di situ, tetapi juga bermunculannya beberapa radio jaringan dari Jakarta atau Jabodetabek.

Hari ini, saya ingin menceritakan Radio Fire 96 FM itu. Namun, karena umurnya begitu singkat sehingga saya tidak terlalu mengingatnya, saya ingin menuangkannya dalam bentuk kliping. Sumbernya dari koran Galamedia (25 September 2000) yang berjudul “Radio Fire 96 FM: Membakar Semangat Kawula Muda”.

Dengarkan ya…! Fayeeeeeeeeeerrrrr….


Kawula muda Bandung tentu pernah mendengar moto sebuah radio berbunyi, “Bandung’s Hottest Station”. Moto inilah yang digunakan Radio Fire 96 FM yang dipancarkan secara langsung dari Jln. Diponegoro No. 61 Bandung. Moto dan nama radionya memang sudah mencerminkan semangat membara bagaikan pijaran api. Panas dan membakar semangat. Ternyata semangat stasiun radio yang membidik anak muda ini sangat beralasan. Buktinya Radio Fire yang dinilai masih baru mengudara dengan sentuhan manajemen baru, banyak perubahan yang telah dicapai. Maka tak heran, kalau kemudian Fire 96 FM mampu eksis dan dapat disejajarkan dengan radio lain yang juga membidik anak muda sebagai kontak audiensnya.

Timbul pertanyaan, siapa sebenarnya sosok di balik konspirasi di belakang Fire begitu cepat meraih simpati pendengar di tengah persaingan ketat kawula muda Bandung. Tak lain duet figur Irfano Chamra selaku direktur utama dan Lisnawati selaku direksi. Duo figur inilah yang menentukan ke mana langkah Fire akan diayunkan. Ditemui “GM” di ruang kerjanya, Kamis (21/9), Lisnawati, Direktur Radio Fire mengatakan bahwa untuk membawa Fire sebagai radio masa depan bisa dengan berbagai cara. Bisakah ada pepatah banyak cara menuju Roma?

“Saya tidak pernah muluk-muluk. Tetapi jauh di dasar hati, ketika pertama kali merangkul Fire ini, tentu berkeinginan dan berkehendak agar suatu saat Fire mampu duduk sejajar dan sama berdiri bersama radio anak muda lainnya,” ujar Lisna mengawali percakapannya.

Celah awal yang mendorongnya untuk mau menjadi kemudi di Fire tak lain, ia melihat bahwa bisnis radio di kemudian hari amat cerah sebagaimana bisnis lainnya yang berkecimpung di dunia broadcaster.

“Tapi tentu tak hanya itu, secara mendasar, berawal karena saya suka musik, saya suka art (seni, red) dua sentuhan inilah yang membuat langkah kami begitu padu untuk merapatkan barisan mencari celah, membidik kesempatan yang sebenarnya begitu sangat berpotensi jika digarap secara profesional,” lanjut perempuan cantik yang mengaku berpendidikannya berbasic bankir ini.

Lisna mengaku sebenarnya, ia seorang ekonom, namun ia akan mengawinkan selera musik dan seninya itu ke arah profit oriented.

“Saya tahu itu tidak mudah, tetapi jajaran saya di Fire sangat potensial bila diberi kesempatan untuk berekspresi, dampak ekspresi inilah meski belum maksimal, sehingga membawa Fire bisa seperti sekarang ini,” papar direktur muda yang hampir tak ada batasan yang kaku dengan bawahannya ini.

Sentuhan wanita

Gaya kepemimpinan seorang wanita memang berbeda dengan gaya kepemimpinan pria. Ia ingin meski mayoritas bawahannya adalah pria, tetapi kemasan acara bisa melahirkan selera yang disukai anak muda pria dan wanita yang batasan usianya antara 15 tahun hingga 25 tahun.

“Selera anak-anak muda itu biasanya begitu smart, inilah yang kita tangkap pada mereka,” tandas Lisna. “Maka usia kawula muda inilah yang selalu dapat melahirkan suasana yang dinamis, educated, berbudaya, kreatif, penuh fantasi, berpikir positif dan kritis, peduli dengan lingkungan, pemerhati berbagai aspek sosial, peka dengan permasalahan anak muda dan hal-hal yang gaul, berani mengemukakan pendapat, interaktif, trendi, fashionable, friendly, and lovelylast but not least,” ujar Lisna panjang lebar. Menurut Lisna, ternyata tidak mudah menangkap penggambaran umum itu pada keinginan kru Fire, karena rata-rata apa yang disuguhkannya adalah bagian dari kehidupannya.

“Saya hanya menerapkan pendekatan persahabatan, tahu kapan saya tampil sebagai direktur mereka, kawan ataupun rekan,” ungkapnya. Kalau tidak mampu membaca keinginan bawahan, jangan pernah berharap bisa sukses dalam melangkah di dunia usaha seperti radio ini,” kata Lisna secara jujur.

Dampaknya ternyata berpengaruh pada pendengar setia Fire dalam menerima semua yang disampaikan di Fire. Kebetulan acara-acaranya juga ada yang spesifik sehingga menjadi kekuatan tersendiri dalam merapatkan barisan meraih jenjang kesuksesan. Maka lahirlah acara-acara yang spesifik dan mengikat pendengar dan banyak disukai penggemar. Tengok dan dengar acara seperti “DJ School” yang dipandu oleh Wonk, atau dengar juga acara “Incredible Mind” misalnya.

“Terus terang, ‘DJ School’ sebuah ajang ekspresi dari sekolah ke sekolah, memang yang diambil baru sekolah SMU, suatu saat kita bisa melebarkan sayap untuk melibatkan pelajar SLTP atau mahasiswa sekalipun, kami tidak mengira pada akhirnya acara ini sangat dinanti, saya menduga banyak segi positifnya, karena mereka bisa memanfaatkan lahan ini sebagai ajang kreatif mereka,” ujar Wonk di Studio Fire ketika sengaja ditemui Jumat pekan lalu.

“Kami ingin memberi ruang bagi pelajar SMU itu untuk belajar bersosialisasi melalui radio,” tambah Lisna yang sehari-harinya berkarier di sebuah bank swasta dan juga tertarik mengelola usaha di bidang pupuk ini.

Lain lagi paparan Bolin yang kerap mengendalikan acara “Incredible Mind” yang disiarkan pukul 21.00 WIB hingga 24.00 WIB. Jika Bolin dan bintang tamu yang mampu menebak hal-hal yang terkadang mustahil namun ternyata bisa benar ini dinilai cukup banyak peminatnya. “Mungkin karena rasa ingin tahu kalangan muda yang cukup tinggi, sehingga acaranya membuat bikin penasaran. Apalagi kalau sudah membahas soal asmara, penyuka atmosfer supra natural ini memang sedikit unik, karena si penelepon hanya menyebut nama sang pendengar, ia sudah mampu membuka tabir sang penelepon,” ujar Bolin tak mau kalah dengan Wonk. “Kalau acara yang saya pegang sih biasa saja, tapi melibatkan banyak orang, itu lho acara off air, yang berskala nasional dan regional,” ujar Zam Juliano selaku PR & Promotion Manager.

“Saya akui, banyak acara-acara yang anak-anak lahirkan dengan semangat orisinal sehingga untuk mendukung mereka tanpa ragu, memang saya sibuk, namun saya masih punya waktu untuk radio, demikian juga Pak Irfano sebab kalau tidak, khawatir komunikasi tidak akan berlangsung secara baik, apalagi kami lebih menitikberatkan masukan kreativitas itu banyak ditampung dari bawah ke atas ketimbang sebaliknya,” papar Lisna yang mmeberi bonus pada semua bawahannya berupa asuransi jiwa ini.

Sebelum diberi nama Fire 96 FM, awalnya radio ini bernama Pro-2 FM di tahun 1992. Dalam perjalanannya, atas kerja sama dengan pihak lain maka berdirilah sebuah PT Fantasi Imaji Reka Edukasindo. Yang jika disingkat terbaca, Fire.

Selain Lisna dan Pak Irfano untuk menjaga stabilitas di berbagai lini, Fire diperkuat seperti duduknya Agus Firmansyah selaku Station Manager. Marketing Manager (Benny Enrico), Adm Office & Finance, S. Munna, sedangkan Bolin H. ditempatkan sebagai Music Director. Kekuatan inilah di samping disanggah para penyiar, maka tak heran Fire mampu duduk di peringkat II anak muda Bandung hasil survei Medifarma. Padahal sebelumnya radio milik RRI yang dikelola swasta secara profesional ini belum masuk di 10 besar. Selamat. (Ratna DJ/”GM”)**

Dengarkan juga ya: RRI dan Jalan Diponegoro No. 61 Kota Bandung.